News –, Jakarta – Masyarakat Indonesia merugi hingga Rp 142,131 triliun akibat investasi bodong sejak tahun 2017 hingga Mei 2025. Data ini diungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), yang mencatat telah menghentikan 12.721 entitas ilegal selama periode tersebut.
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Rudy Agus Purnomo Raharjo, menjelaskan bahwa Satgas PASTI yang beranggotakan OJK dan kepolisian, kini tengah merancang strategi baru untuk mempercepat proses hukum kasus penipuan dan aktivitas keuangan ilegal. Terobosan ini akan menjadikan setiap pengaduan yang masuk ke Satgas PASTI sebagai “Laporan Polisi” yang siap untuk diselidiki. “Dengan mekanisme ini, setiap laporan penipuan dapat langsung diproses oleh polisi ke tahap penyelidikan,” ujarnya dalam acara Duta Literasi Keuangan Indonesia di Jakarta, Senin (16 Juni 2025).
Satgas PASTI sendiri merupakan kolaborasi dari 15 lembaga, termasuk Bank Indonesia, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Pendidikan. Masyarakat dapat melaporkan aktivitas keuangan ilegal melalui platform digital SIPASTI (Sistem Informasi Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal).
Agus menjelaskan bahwa setiap laporan yang masuk melalui SIPASTI akan ditindaklanjuti dengan dua cara: penghentian kegiatan keuangan ilegal dan penindakan hukum oleh kepolisian.
Dalam periode Januari hingga Mei 2025, Satgas PASTI telah menerima 5.287 pengaduan terkait entitas keuangan ilegal. Dari jumlah tersebut, 4.344 merupakan pengaduan terkait perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal dan 943 pengaduan terkait entitas yang menawarkan skema investasi bodong. Saat ini, OJK dan kepolisian tengah menyempurnakan prosedur untuk menjadikan setiap pengaduan yang masuk ke SIPASTI sebagai “Laporan Polisi”.
Maraknya aktivitas keuangan ilegal ini, menurut Agus, mengindikasikan masih kurangnya pemahaman masyarakat mengenai risiko investasi dan pinjaman online. Ia menekankan pentingnya prinsip 2L, yaitu Legal dan Logis, sebelum berinvestasi.
Legal berarti penyedia investasi harus memiliki izin resmi dan diakui oleh otoritas yang berwenang. Sementara itu, Logis berarti lembaga tersebut menawarkan imbal hasil yang wajar dan masuk akal. “Banyak masyarakat yang tertipu karena tergiur imbal hasil dua digit, padahal secara logika itu tidak mungkin,” imbuhnya.
Untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa pihaknya merekrut duta literasi keuangan dari berbagai kalangan.
Sejak April hingga Juni 2025, OJK telah merekrut 3.462 duta literasi keuangan dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk tokoh pemuda, tokoh agama, perempuan, dan kalangan profesional. Para duta literasi keuangan ini diharapkan dapat mendukung upaya OJK dalam melindungi konsumen dan masyarakat dari kejahatan keuangan.
Pilihan Editor: Dari Pinjol ke Pindar, Bisakah OJK Mencegah Fraud di Industri Peer-to-Peer Lending?