News – , Jakarta – Aktor sekaligus sutradara film It Ends with Us, Justin Baldoni, telah meraih kemenangan hukum yang signifikan dalam sengketa yang melibatkan lawan mainnya, Blake Lively. Hakim Distrik AS Lewis Liman, pada Rabu, 18 Juni 2025, memutuskan bahwa Baldoni berhak mengakses sejumlah pesan pribadi antara Lively dan sahabatnya, Taylor Swift. Keputusan ini ditegaskan dengan syarat bahwa akses tersebut terbatas pada komunikasi yang berkaitan erat dengan proses produksi film It Ends with Us.
Dalam berkas pengadilan, seperti yang dilansir dari NBC News, Hakim Liman menyatakan bahwa permintaan tim hukum Baldoni atas sebagian pesan antara Lively dan Swift yang terkait dengan film It Ends with Us dinilai wajar dan krusial. “Perkara ini dirancang secara tepat untuk menemukan informasi yang dapat membuktikan atau membantah tuduhan pelecehan dan pembalasan dari Lively,” tulis hakim Liman dalam putusannya, menggarisbawahi esensi dari pembuktian yang dibutuhkan.
Hakim menegaskan bahwa akses Baldoni dibatasi secara ketat hanya pada pesan-pesan yang secara spesifik membahas film It Ends with Us. Film yang tayang pada tahun 2024 itu merupakan adaptasi dari novel laris karya Colleen Hoover dan kini menjadi inti dari sengketa hukum yang memanas di antara para pemerannya. Lively telah melayangkan gugatan terhadap Baldoni dan beberapa pihak terkait film, menuduh adanya pelecehan seksual dan kampanye yang bertujuan untuk merusak reputasinya. Tuduhan serius ini telah dibantah keras oleh Baldoni.
Tak lama setelah gugatan Lively mencuat, Baldoni bersama rumah produksi Wayfarer Studios melancarkan gugatan balik terhadap Lively, suaminya Ryan Reynolds, dan The New York Times. Mereka menuntut ganti rugi sebesar USD 400 juta atau sekitar Rp 6,5 triliun atas dugaan pencemaran nama baik. Namun, gugatan pencemaran nama baik yang dilayangkan Baldoni tersebut telah ditolak oleh pengadilan pada pekan lalu.
Dalam pernyataan resminya, juru bicara Blake Lively menolak keras keputusan pengadilan yang mengizinkan akses pesan tersebut. “Keinginan Baldoni untuk menyeret Taylor Swift ke dalam kasus ini sudah ada sejak Agustus 2024, sebuah strategi yang jelas untuk mempengaruhi basis penggemar ‘TS’,” kata mereka kepada People. Juru bicara itu menambahkan, mereka akan terus mengkritik keras upaya Baldoni yang dinilai tanpa henti mengeksploitasi popularitas Swift demi kepentingan kasusnya.
Sebelumnya, tim hukum Baldoni sempat melayangkan surat panggilan (subpoena) kepada Taylor Swift agar bersaksi dalam persidangan yang dijadwalkan pada Maret 2026. Namun, permintaan tersebut akhirnya ditarik kembali. Meskipun demikian, permintaan akses atas komunikasi Swift dan Lively tetap diajukan, yang kini membuahkan hasil persetujuan pengadilan.
Meskipun Taylor Swift tidak memiliki peran produksi dalam film dan hanya menyumbangkan satu lagu dalam soundtrack—sama seperti 19 musisi lain—nama sang mega bintang tetap terseret ke ranah hukum. “Karena keterlibatannya hanya sebatas lisensi lagu untuk film, surat panggilan dokumen ini jelas hanya bertujuan menarik perhatian publik dengan menciptakan clickbait tabloid alih-alih fokus pada fakta kasus,” ujar perwakilan Swift kala itu, menyiratkan kekecewaan mendalam.
Hakim Liman juga mencatat kekhawatiran bahwa permintaan komunikasi dengan Swift mungkin lebih ditujukan untuk membangun narasi di ruang publik ketimbang mencari fakta di pengadilan. Ia menulis, “Perintah perlindungan tersebut dirancang justru untuk memastikan bahwa para pihak dapat berbagi informasi sensitif yang mungkin hanya berhubungan secara tak langsung dengan perkara tanpa takut bocor ke media.” Pernyataan ini menunjukkan upaya hakim untuk menjaga integritas proses hukum di tengah derasnya sorotan media.
Hingga kini, Swift belum memberikan komentar resmi terkait kasus yang menyeret namanya ini. Ia dan Lively, yang dikenal dekat dan kerap terlihat bersama di ruang publik, belum lagi terlihat bersama sejak gugatan hukum antara Lively dan Baldoni dilayangkan, mengisyaratkan adanya ketegangan yang belum terurai di antara kedua sahabat tersebut.