Saat menginjak usia 17 tahun, saya diliputi kecemasan karena merasa tak punya tujuan hidup. Ketakutan ini menghantui, seiring berjalannya waktu yang terasa sia-sia tanpa arah yang jelas.
Teman-teman sebaya sudah mantap dengan pilihan mereka: kuliah, bekerja, atau menekuni hobi. Sementara saya? Kekosongan ini membuat saya takut terhanyut dalam ketidakpastian.
“Apakah saya akan tertinggal jika tidak punya tujuan?” Pertanyaan ini terus membayangi, mempengaruhi setiap keputusan dan menjerumuskan saya ke dalam kebuntuan. Saya terus berusaha mencari jawaban pasti, namun selalu berujung pada kegagalan. Rasanya begitu malang, “Kenapa menemukan tujuan hidup saja begitu sulit?”
Saya sudah mencoba berbagai cara, namun tujuan itu tak kunjung hadir. Kegagalan demi kegagalan menjadi teman setia, menguatkan perasaan bahwa saya memang ditakdirkan untuk gagal.
Waktu terus bergulir, hingga akhirnya di usia 20 tahun, sebuah pertanyaan baru muncul: “Apa sebenarnya yang dimaksud dengan tujuan yang pasti?”
Di titik itulah saya tersadar. Kebuntuan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan, dialami oleh semua orang, di usia berapapun. Lalu, bagaimana dengan tujuan hidup? Ternyata, itu adalah sebuah proses berkelanjutan. Tujuan hidup tidak datang secara instan, melainkan terbentuk secara bertahap seiring berjalannya waktu.
Mengejar tujuan yang belum waktunya ditemukan hanya akan membuat diri semakin terpuruk dalam pikiran yang rumit. Lebih baik jalani saja kehidupan saat ini, nikmati setiap momen, hingga tujuan itu muncul dengan sendirinya. Karena percuma saja terus menggali, jika saatnya belum tiba.
