News – , Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook. Dalam upaya ini, Kejagung kembali memanggil dan memeriksa mantan staf khusus (stafsus) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) era Nadiem Makarim sebagai saksi. Salah satu staf khusus yang telah menjalani pemeriksaan adalah Jurist Tan.
Pemeriksaan terhadap Jurist Tan dijadwalkan pada Rabu, 11 Juni 2025. Sebelumnya, pada Selasa, 10 Juni 2025, penyidik telah memeriksa stafsus Nadiem lainnya, Fiona Handayani. Sementara itu, stafsus ketiga, Ibrahim Arif, dijadwalkan akan diperiksa sehari setelah Jurist Tan, yaitu pada Kamis, 12 Juni 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi jadwal pemeriksaan ini. “Dijadwal (pemanggilan) besok (Rabu) dan lusa (Kamis),” terang Harli saat ditemui di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Juni 2025.
Harli menjelaskan, inti pemeriksaan terhadap ketiga staf khusus ini adalah untuk menelusuri keterlibatan mereka dalam tim teknologi yang berperan aktif merancang kebijakan pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) selama masa pandemi Covid-19. “Yang menjadi terus pertanyaan bagi penyidik, bagaimana dalam kapasitas sebagai stafsus tetapi juga berkiprah memberikan masukan-masukan yang terkait dengan pengadaan Chromebook ini,” ungkap Harli, menyoroti peran mereka dalam proyek vital tersebut.
Selain menggali peran para staf khusus, tim penyidik juga menaruh perhatian besar pada bukti elektronik. Rekaman percakapan yang diduga kuat menunjukkan adanya pembahasan internal terkait proses pengadaan laptop Chromebook ini menjadi salah satu fokus utama penyelidikan.
Kejaksaan Agung menduga adanya permufakatan jahat atau kongkalikong yang sengaja mengarahkan tim teknis pengadaan di Kemendikbudristek untuk membuat kajian yang secara khusus mengunggulkan laptop Chromebook. “Supaya diarahkan (pengadaan) pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome,” jelas Harli pada Senin, 2 Juni 2025 lalu, menguatkan indikasi adanya intervensi dalam proses pengadaan.
Hingga saat ini, tim penyidik masih terus berupaya menelusuri siapa pengguna anggaran dan pihak-pihak yang bertanggung jawab sebagai pengelola proyek pengadaan laptop Chromebook ini. Sebanyak 28 saksi telah diperiksa, dan status perkara telah dinaikkan ke penyidikan umum per Selasa, 20 Mei 2025. Meskipun demikian, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik masih mencari tahu siapa yang pertama kali merekomendasikan penggunaan laptop Chromebook dalam proyek ambisius ini.
Proyek pengadaan sejuta laptop Chromebook ini mencatat total anggaran fantastis sebesar Rp 9,982 triliun. Anggaran tersebut berasal dari dua sumber utama: Rp 3,582 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp 6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dugaan masalah dalam proyek ini semakin mencuat setelah Kejagung menemukan adanya kajian awal Kemendikbudristek yang justru menyatakan bahwa Chromebook tidak cocok digunakan di Indonesia, terutama karena keterbatasan jaringan internet di banyak daerah. Kajian awal tersebut merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, kajian itu kemudian diduga diubah secara signifikan, memicu pertanyaan besar dari penyidik.
Menanggapi hal ini, mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim sendiri telah membantah adanya perubahan kajian yang disengaja. Menurut Nadiem, kajian pertama dan kajian kedua memiliki tujuan serta peruntukan yang berbeda. Ia menjelaskan bahwa kajian pertama memang ditujukan untuk penggunaan di daerah 3T (Terpencil, Terdepan, dan Terluar) yang memiliki keterbatasan infrastruktur. Sementara itu, kajian kedua ditujukan untuk penggunaan di daerah-daerah yang sudah memiliki jaringan internet yang memadai, sehingga memungkinkan penggunaan Chromebook yang optimal.