Home / War And Conflicts / AS Serang Iran: Harga Minyak, Emas, Saham Bergejolak? Ini yang Terjadi

AS Serang Iran: Harga Minyak, Emas, Saham Bergejolak? Ini yang Terjadi

Kekhawatiran global mencuat setelah Amerika Serikat (AS) secara resmi mengonfirmasi keterlibatannya dalam serangan terhadap situs nuklir Iran. Aksi ini, menyusul serangan Israel ke fasilitas militer Iran pada pertengahan Juni, seketika memicu gelombang gejolak di pasar keuangan dunia. Para investor kini menyoroti potensi lonjakan harga minyak, peningkatan permintaan akan aset aman (safe haven), dan tekanan signifikan pada pasar saham global, termasuk di Indonesia.

Pengumuman serangan yang krusial ini disampaikan langsung oleh Presiden AS Donald Trump melalui platform media sosial Truth Social. Seiring dengan terbukanya kembali perdagangan global di awal pekan, para investor di seluruh dunia kini sibuk mencermati dan memitigasi beragam skenario dampak konflik AS-Iran terhadap dinamika pasar finansial.

Harga Minyak Berpotensi Naik Tajam

Menyikapi perkembangan ini, Mark Spindel, Kepala Investasi Potomac River Capital, memperkirakan pasar akan diselimuti oleh aura ketidakpastian yang mendalam, dengan probabilitas harga minyak mentah dibuka lebih tinggi. “Saya pikir ketidakpastian akan menyelimuti pasar, karena sekarang warga Amerika di mana pun akan terekspos. Ini akan meningkatkan ketidakpastian dan volatilitas, terutama dalam minyak,” tegas Spindel, menggarisbawahi dampak langsung pada komoditas vital ini.

Kenaikan harga sudah terlihat, dengan harga minyak mentah Brent, acuan global, melonjak tajam 18 persen sejak 10 Juni, mencapai level tertinggi dalam hampir lima bulan di USD 79,04 per barel pada hari Kamis. Jack Ablin, Kepala Investasi Cresset Capital, turut menyoroti bahwa eskalasi ini berpotensi besar menambah tekanan baru pada inflasi global. “Hal ini menambah lapisan risiko baru yang rumit yang harus kita pertimbangkan dan perhatikan. Hal ini pasti akan berdampak pada harga energi dan berpotensi pada inflasi juga,” papar Ablin, menekankan implikasi luasnya.

Pasar Saham Terancam Tekanan, Termasuk IHSG

Dampak riak konflik AS-Iran tak terhindarkan menjangkau bursa saham, mengancam tekanan serius pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia. Analis Panin Sekuritas, Felix Darmawan, memperkirakan IHSG akan dibuka melemah pada Senin (23/6), mencerminkan meningkatnya ketidakpastian di pasar. “Secara umum, IHSG berpotensi melemah pada pembukaan perdagangan besok, karena pasar akan mencermati potensi lanjutan dari konflik tersebut, terutama dampaknya ke harga minyak, stabilitas kawasan, serta respons geopolitik negara-negara besar lainnya,” terang Felix, memberikan pandangan komprehensif.

Felix lebih lanjut memprediksi level support IHSG berada di 7.150 dan 7.100, dengan resistance di kisaran 7.250–7.300. Namun, ia memperingatkan, apabila konflik geopolitik ini memanas dan memicu eksodus dana asing, tekanan terhadap pasar bisa jauh lebih dalam. Sebaliknya, jika pasar memandang konflik ini akan mereda dengan cepat dan tidak mengganggu pasokan energi global secara langsung, tekanan yang terjadi kemungkinan akan lebih terbatas.

Permintaan Dolar Naik, Rupiah Tertekan

Konflik geopolitik ini juga secara langsung memicu lonjakan permintaan terhadap dolar AS, yang kian dipersepsikan sebagai aset aman pilihan. Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menjelaskan bahwa fenomena ini berimplikasi langsung pada potensi tekanan signifikan terhadap nilai tukar rupiah.

“Saat permintaan dolar naik dan investor menarik dana dari Indonesia, rupiah tertekan,” ungkap Yusuf. Ia menambahkan, pelemahan ini berisiko memperparah tekanan inflasi domestik karena peningkatan biaya impor, terutama untuk komoditas strategis seperti pangan dan energi. Situasi ini, menurut Yusuf, menempatkan Bank Indonesia (BI) dalam dilema kebijakan yang rumit: bagaimana menjaga stabilitas rupiah tanpa mengorbankan momentum pemulihan ekonomi. “Bank Indonesia kemungkinan akan menempuh kebijakan moneter yang lebih ketat untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan menahan laju inflasi, meski langkah itu juga bisa mengerem pertumbuhan ekonomi,” jelasnya, menyoroti tarik ulur antara stabilitas dan pertumbuhan.

Investor Beralih ke Aset Aman: Emas dan Dolar

Seiring meningkatnya ketegangan geopolitik, minat investor untuk memburu aset lindung nilai kian menguat, dengan emas menjadi primadona. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan harga emas dunia akan melonjak tajam. “Harga emas dunia itu akan melejit tinggi. Kembali ke USD 3.450 per troy ons bahkan bisa mencapai level USD 3.500,” proyeksi Ibrahim, mengindikasikan potensi rekor baru.

Meskipun demikian, Ibrahim menilai bahwa pelemahan rupiah saat ini belum akan separah yang terjadi pada masa pandemi. Namun, ia menegaskan, dampaknya tetap bisa signifikan apabila konflik berkembang menjadi lebih luas dan berkepanjangan.

Asia Rentan: Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi Kawasan

Kawasan Asia, dengan ketergantungan energinya yang tinggi, dinilai sangat rentan terhadap gelombang gejolak ini. Rong Ren Goh, Manajer Portofolio Eastspring Investments Singapura, menegaskan bahwa eskalasi konflik ini berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi kawasan. “Pengeboman AS terhadap fasilitas nuklir Iran menandai eskalasi signifikan dalam konflik Israel-Iran dan memperkenalkan fase baru risiko geopolitik. Konflik yang berlarut-larut meningkatkan risiko gangguan pasokan, yang dapat memicu tekanan inflasi dan membebani ekspektasi pertumbuhan di seluruh kawasan,” papar Goh, memberikan gambaran suram.

Sejalan dengan itu, Goh juga memperkirakan akan terjadi arus modal keluar dari aset-aset berisiko di Asia, seiring dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap dolar AS sebagai aset aman global.