Home / Technology / AT vs DCT: Mana Lebih Cepat? Fakta & Perbandingan!

AT vs DCT: Mana Lebih Cepat? Fakta & Perbandingan!

Automatic Transmission (AT) konvensional masih menjadi pilihan utama pada banyak mobil modern saat ini. Namun, persepsi umum seringkali menilainya sebagai transmisi yang kurang responsif dan efisien dibandingkan Dual Clutch Transmission (DCT), terutama mengingat popularitas DCT pada kendaraan berperforma tinggi. Lalu, benarkah anggapan bahwa AT konvensional memang lebih ‘lemot’ daripada DCT?

Menurut Imun, pemilik bengkel spesialis Ford Trucuk Klaten, karakter sebuah transmisi mobil sejatinya lebih bergantung pada model kendaraan itu sendiri, bukan semata-mata jenis transmisinya. Ia menjelaskan, kendaraan seperti MPV, SUV, atau mobil off-road umumnya dibekali transmisi yang tangguh. Menariknya, Imun mencontohkan, banyak SUV tangguh seperti Ford Ranger dan Everest yang menggunakan AT konvensional justru memiliki karakter yang sangat responsif, menepis anggapan bahwa transmisi AT selalu lambat.

Kondisi ini, lanjut Imun, terjadi karena kinerja transmisi tidak hanya ditentukan oleh aspek mekanikal seperti gigi dan kampas kopling, melainkan juga peran krusial dari perangkat lunak atau software. Oleh karena itu, AT konvensional sangat mungkin disetel agar menjadi lebih responsif demi menunjang performa optimal suatu model kendaraan.

Meski software dapat mengoptimalkan transmisi AT konvensional, Imun mengakui bahwa dalam perbandingan langsung pada model mobil yang sama, AT konvensional seringkali masih terkesan kurang responsif dibandingkan DCT. Sebagai ilustrasi, Imun mencontohkan Ford Fiesta 1.4 AT dengan 1.6 DCT. Perbedaan responsivitas di sini bukan hanya karena jenis transmisi, melainkan juga karena mesin 1.6 liter yang lebih bertenaga pada varian DCT, yang tentunya menghasilkan daya dan performa yang berbeda pula.

Perbedaan mendasar lainnya terletak pada konstruksi kopling. AT konvensional menggunakan kopling fluida (fluid coupling), sedangkan DCT dibekali kopling kering (dry clutch). Karena itu, penyaluran tenaga pada kopling kering menjadi lebih efisien. Imun menjelaskan, saat kopling fluida bekerja pada AT konvensional, ada sejumlah daya putar mesin yang terbuang. Hilangnya daya ini secara tidak langsung turut berkontribusi pada persepsi ‘lemot’ saat dibandingkan dengan DCT yang lebih minim kehilangan tenaga.

Dengan demikian, anggapan bahwa AT konvensional lebih lambat dari DCT memang bisa dibenarkan dalam beberapa aspek, namun tidak bersifat mutlak. Kinerja dan daya output suatu mobil pada akhirnya adalah hasil sinergi berbagai komponen dan sistem, mulai dari karakter mesin, teknologi yang disematkan, hingga karakteristik model kendaraan itu sendiri secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa kecepatan dan responsivitas mobil tidak hanya ditentukan oleh jenis transmisinya saja.

Tag: