Home / Politics / Komnas HAM Usut Izin Tambang Nikel Raja Ampat: Ada Apa?

Komnas HAM Usut Izin Tambang Nikel Raja Ampat: Ada Apa?

Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menyelidiki izin operasional pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Fokus penyelidikan meliputi izin operasional PT Gag Nikel dan implikasinya terhadap hak asasi manusia, khususnya terkait pertimbangan perpanjangan kontrak karya perusahaan tersebut.

Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo, menjelaskan bahwa PT Gag Nikel beroperasi berdasarkan Kontrak Karya, sebuah perjanjian hukum kuat antara pemerintah dan perusahaan swasta. Penjelasan ini diterima Komnas HAM dari pemerintah. Baca: Apa yang Dilanggar PT Gag Menambang Nikel Raja Ampat

Kontrak Karya ini berbeda dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki empat perusahaan tambang lain di Raja Ampat. Prabianto menekankan kekuatan hukum Kontrak Karya yang dimiliki PT Gag Nikel. Namun, Komnas HAM tetap akan melakukan penyelidikan menyeluruh di Raja Ampat, meliputi detail perizinan, dampak terhadap masyarakat, dan potensi pelanggaran HAM. Hasil penyelidikan ini akan menjadi pertimbangan Komnas HAM dalam memberikan rekomendasi terkait perpanjangan Kontrak Karya PT Gag Nikel.

Untuk menggali fakta di lapangan, Komnas HAM akan mengirimkan tim ke Raja Ampat. Tim ini akan menyelidiki situasi terkini, dampak terhadap masyarakat setempat, serta proses perizinan yang diberikan pemerintah. Komnas HAM juga akan memanggil pihak-pihak terkait penegakan HAM di Raja Ampat.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan potensi pelanggaran HAM akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat sangat tinggi, terutama terkait lingkungan hidup. Komnas HAM telah melakukan identifikasi awal atas potensi pelanggaran tersebut.

Di Raja Ampat, setidaknya lima perusahaan beroperasi di sektor pertambangan nikel: PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Keenam pulau kecil di Raja Ampat menjadi lokasi operasi tambang mereka.

Pemerintah telah mencabut IUP empat perusahaan (PT ASP, PT MRP, PT KSM, dan PT Nurham) setelah aktivitas pertambangan mereka menuai kritik. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan pencabutan IUP tersebut disebabkan pelanggaran aturan lingkungan dan lokasi tambang yang masuk kawasan geopark, berdasarkan penyelidikan Kementerian Lingkungan Hidup.

Meskipun demikian, PT Gag Nikel tetap beroperasi karena status hukumnya berbeda; perusahaan ini memegang Kontrak Karya sejak 1998, bahkan eksplorasi dimulai sejak 1972. Selain itu, hanya PT Gag Nikel yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2025. Bahlil juga mengklaim bahwa operasi PT Gag Nikel di Pulau Gag, yang berjarak 42 km dari Piaynemo dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara, tidak berdampak pada ekosistem laut Raja Ampat karena lokasinya di luar kawasan konservasi dan geopark.

Nandito Putra dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Soroti Pertambangan di Raja Ampat, Komnas HAM: Ada Potensi Pelanggaran HAM