JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi kerawanan dalam tata kelola dan ekspor nikel berdasarkan dua kajian yang dilakukan pada tahun 2023. Hal ini diungkapkan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Budi menjelaskan, hasil kajian Direktorat Monitoring KPK mengungkap celah-celah korupsi potensial di seluruh rantai pasok nikel, mulai dari hulu hingga hilir. “Kajian tata kelola nikel menemukan potensi kerawanan, bukan hanya di hulu, tetapi juga sampai hilir,” tegasnya, seperti dikutip Antara.
Kerawanan tersebut mencakup berbagai aspek. Mulai dari mekanisme perizinan yang tidak sesuai aturan, penambangan ilegal di kawasan hutan lindung, hingga pendataan yang tidak memadai terkait jaminan reklamasi dan pascatambang. Praktik-praktik ini membuka peluang terjadinya penyimpangan dan korupsi.
Lebih lanjut, Budi menambahkan bahwa kajian ekspor nikel juga mengungkap potensi permasalahan terkait legalitas. Lemahnya pengawasan, baik dalam hal pengaturan dan verifikasi, maupun penelusuran teknis, menjadi faktor utama yang memungkinkan terjadinya korupsi dalam sektor ini.
Menanggapi temuan tersebut, KPK telah menyiapkan sejumlah rekomendasi perbaikan untuk mencegah potensi korupsi. Namun, Budi menjelaskan, rekomendasi ini akan dibahas dan dianalisis lebih lanjut bersama pemangku kepentingan terkait sebelum diimplementasikan.
Terpisah, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan akan mengecek kembali hasil kajian tahun 2023 tersebut. “Saya perlu pastikan kembali. Saya minta waktu. Saya cek lagi,” ujar Setyo singkat.
KPK Kaji Potensi Korupsi Aktivitas Pertambangan di Raja Ampat Komnas HAM: Aktivitas Pertambangan di Raja Ampat Berpotensi Langgar HAM