Home / Finance / Saham Bank Rontok Usai Suku Bunga Ditahan: Waktunya Beli?

Saham Bank Rontok Usai Suku Bunga Ditahan: Waktunya Beli?

News JAKARTA. Sesi perdagangan Kamis (19/6) menjadi hari yang kurang menggembirakan bagi saham-saham perbankan, terutama saham bank-bank besar atau big banks, yang kompak mengalami penurunan. Sentimen negatif seperti perlambatan pertumbuhan kredit dan keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan, ditengarai menjadi pemicu utama koreksi ini.

Di antara jajaran big banks, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatatkan penurunan terdalam. Harga saham BBNI, yang dikenal dengan logo angka 46, merosot tajam sebesar 3,95% dan ditutup pada level Rp 4.130 per saham.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), bank yang lekat dengan julukan “bank wong cilik”, juga tak luput dari tekanan jual. Saham BBRI mengalami penurunan signifikan sebesar 3,55%, menutup perdagangan di harga Rp 3.800 per saham.

Gelombang koreksi juga menghampiri PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Saham bank berlogo pita emas ini terkoreksi sebesar 2,07%, sehingga harganya menjadi Rp 4.970 per saham.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi big banks dengan koreksi paling moderat. Harga saham BBCA tercatat turun 1,40% dari penutupan hari sebelumnya, menjadi Rp 8.775 per saham.

BI Tahan Suku Bunga Acuan, Begini Rekomendasi Saham Sektor Perbankan

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa penurunan saham-saham perbankan ini sejalan dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 1,96% pada periode yang sama. Menurutnya, penurunan ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh para analis.

Lebih lanjut, Audi menyoroti bahwa sentimen utama yang membebani saham perbankan adalah potensi penundaan pemangkasan suku bunga, yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap inflasi. Ia mengacu pada data CME FedWatch yang menunjukkan probabilitas penurunan suku bunga The Fed hanya sebesar 25 basis poin (bps) hingga Desember 2025.

“Hal ini berpotensi menekan daya beli masyarakat dan permintaan kredit, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi,” jelas Audi pada hari Kamis (19/6).

Selain itu, pasar juga mencemaskan dampak dari kebijakan BI yang terus mempertahankan suku bunga acuan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat meningkatkan cost of credit atau biaya kredit, yang berpotensi menekan margin laba perbankan.

“Kami berpandangan bahwa penurunan saham perbankan masih mungkin berlanjut, terutama mengingat tingginya ketidakpastian global dan sikap bank sentral yang belum sepenuhnya dovish,” imbuh Audi.

IHSG Anjlok ke Bawah 7.000, JP Morgan Beberkan Penyebab

Sementara itu, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, berpendapat bahwa investor masih melihat adanya risiko yang bersumber dari kondisi perekonomian Indonesia. Data-data ekonomi yang ada menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi masih belum berjalan optimal. Selain itu, penyaluran kredit perbankan juga belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Sebagai informasi tambahan, penyaluran kredit perbankan pada Mei 2025 tumbuh sebesar 8,43% secara tahunan (YoY). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 yang mencapai 8,88% YoY.

“Ada kekhawatiran terkait profitabilitas bank yang belum pulih sepenuhnya, serta ketidakjelasan outlook suku bunga ke depan,” kata Indy.

Terkait rekomendasi saham big banks, Ekky dari Kiwoom Sekuritas merekomendasikan tiga saham pilihan, yaitu BBCA, BMRI, dan BBRI. Ia menargetkan harga masing-masing saham di level Rp 9.250, Rp 6.325, dan Rp 5.025 per saham.

Di sisi lain, Indy dari Edvisor Provina Visindo lebih menjagokan BMRI dibandingkan dengan big banks lainnya. Menurutnya, BMRI menunjukkan pertumbuhan pendapatan bersih yang cukup positif, dan secara valuasi, Price-to-Earnings Ratio (PER) saham ini tergolong menarik.

“Akumulasi saham BMRI dengan target harga Rp 6.100,” pungkas Indy.