Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tengah mencermati pergerakan Siklon Tropis Wutip yang berlokasi di Laut Cina Selatan, tepatnya di sebelah timur Vietnam. Siklon yang tumbuh dari bibit siklon 92W ini diperkirakan menarik massa udara, berpotensi mengurangi curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia bagian barat, sekaligus mengindikasikan perluasan musim kemarau di area selatan.
Berdasarkan analisis BMKG pada Kamis malam, 12 Juni 2025, pukul 19.00 WIB, kecepatan angin maksimum Siklon Wutip tercatat mencapai 45 knot (setara 85 kilometer per jam) dengan tekanan udara minimum 985 mb. Pergerakannya mengarah ke utara–timur laut, menjauhi wilayah Indonesia. Prediksi 24 jam ke depan menunjukkan Wutip akan mencapai perairan Pulau Hainan, Cina, dengan kekuatan angin yang meningkat menjadi 55 knot (100 km/jam).
Bersamaan dengan itu, Indeks Monsun Australia diproyeksikan terus menguat dalam sepekan ke depan. Kondisi ini membawa implikasi signifikan, yaitu peningkatan aliran massa udara kering dari Australia menuju wilayah Indonesia bagian selatan. Dampaknya, terjadi potensi berkurangnya curah hujan dan dorongan perluasan wilayah yang memasuki musim kemarau, khususnya di Jawa bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara, serta sebagian Kalimantan bagian selatan, sebagaimana diungkapkan BMKG dalam prospek cuaca mingguan terbarunya.
Namun demikian, BMKG juga menggarisbawahi bahwa prediksi curah hujan dasarian untuk periode Juni I hingga Juni III 2025 menunjukkan kondisi yang kontras. Sejumlah wilayah masih berpotensi mengalami curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi. Hal ini dipicu oleh aktivitas dinamika atmosfer yang masih cukup signifikan. Kombinasi gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency diprakirakan aktif secara bersamaan di beberapa area, berkontribusi pada peningkatan potensi pembentukan awan konvektif dan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, terutama pada siang hingga sore hari.
Selain itu, keberadaan sirkulasi siklonik dan daerah konvergensi yang membentang dari Sumatera hingga Papua, serta konfluensi angin di sejumlah perairan Indonesia, turut berperan dalam pertumbuhan awan hujan. Labilitas lokal yang kuat juga menjadi faktor pendukung proses konvektif di banyak wilayah, meliputi Sumatra, sebagian besar Kalimantan dan Sulawesi, hingga kawasan timur Indonesia.
Sehubungan dengan perkembangan cuaca ini, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini Siaga (hujan lebat). Untuk periode 13-15 Juni 2025, peringatan ini ditujukan bagi wilayah Sumatera Utara, Papua Pegunungan, dan Papua. Sementara itu, untuk periode 16-19 Juni 2025, peringatan Siaga (hujan lebat) secara khusus berlaku untuk Papua Pegunungan.
Pilihan Editor: Pseudo-kemarau Telah Berlalu, Kenapa Masih Ada Cuaca Ekstrem?