Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa, menekankan perlunya perubahan mendasar dalam cara kita membangun pariwisata Indonesia. Masa depan pariwisata kita, menurutnya, harus bertumpu pada pariwisata berkualitas, sebuah pendekatan yang mengutamakan dampak positif dibandingkan sekadar jumlah wisatawan.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pariwisata berkualitas? Ini bukan hanya tentang menarik wisatawan kaya atau mengembangkan destinasi mewah. Konsep ini jauh lebih luas, yaitu bagaimana sebuah destinasi mampu memberikan pengalaman berharga, personal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan bagi setiap pengunjung.
Ni Luh Puspa menjelaskan bahwa wisatawan saat ini semakin mencari pengalaman yang otentik dan bertanggung jawab. Mereka cenderung memilih transportasi rendah emisi, destinasi yang tidak terlalu ramai, akomodasi yang ramah lingkungan, serta interaksi sosial yang positif dengan masyarakat lokal. Prinsip ini dikenal dengan istilah low touch, hygiene, less crowd, dan low mobility.
“Pariwisata berkualitas adalah tentang pengalaman yang menyeluruh, mulai dari lingkungan yang sehat dan nyaman, hingga interaksi yang menghargai nilai-nilai lokal,” ungkap Ni Luh Puspa dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (21/6/2025).
Pariwisata Berkualitas: Sebuah Keniscayaan
Pariwisata berkualitas bukan lagi sekadar opsi, melainkan sebuah keharusan. Pemerintah telah menjadikannya sebagai fokus utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Pembangunan sektor pariwisata ditargetkan untuk berjalan secara berkelanjutan, inklusif, dan adaptif terhadap tren global pasca-pandemi.
Untuk mewujudkan visi ini, Kementerian Pariwisata telah menetapkan beberapa program strategis, di antaranya:
1. Gerakan Wisata Bersih: Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kebersihan dan pengelolaan sampah yang baik di berbagai destinasi wisata.
2. Tourism 5.0: Digitalisasi sektor pariwisata untuk meningkatkan efektivitas dan pengukuran dalam pemasaran.
3. Pariwisata Naik Kelas: Pengembangan wisata minat khusus seperti wisata kuliner (gastro tourism), wisata bahari (marine tourism), dan wisata kesehatan (wellness tourism).
4. Karisma Event Nusantara (KEN): Mendukung penyelenggaraan event-event budaya yang memiliki dampak ekonomi signifikan di daerah.
5. Pengembangan Desa Wisata: Memanfaatkan potensi lebih dari 6.000 desa sebagai penggerak pemerataan ekonomi dan pelestarian budaya.
Dampak Ekonomi Pariwisata Berkualitas
Pendekatan pariwisata berkualitas tidak hanya memberikan pengalaman yang lebih baik bagi wisatawan, tetapi juga menghasilkan manfaat ekonomi yang nyata. Contohnya, Desa Penglipuran di Bali, yang dikenal sebagai destinasi terbersih di dunia, mampu menghasilkan pendapatan hingga Rp 24 miliar per tahun.
Selain itu, penyelenggaraan event budaya seperti Pesta Kesenian Bali 2024 berhasil memutar uang hingga Rp 192,3 miliar dalam sebulan dan meningkatkan tingkat hunian hotel sebesar 20 persen.
Secara nasional, sektor pariwisata memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan devisa negara. Pada tahun 2024, sektor ini menyumbang Rp 1.118,6 triliun ke PDB nasional. Jumlah wisatawan juga menunjukkan pemulihan yang menggembirakan, dengan hampir 14 juta kunjungan mancanegara dan lebih dari 1 miliar perjalanan domestik tercatat pada tahun lalu.
Ni Luh Puspa menutup pernyataannya dengan pesan penting: pariwisata berkualitas hanya dapat terwujud melalui kolaborasi dari berbagai pihak. Pemerintah, pelaku industri, masyarakat, dan akademisi harus bersatu dalam satu visi.
“Ini adalah transformasi bersama. Dan Bali, sebagai jantung pariwisata nasional, membutuhkan generasi muda berkualitas sebagai pelopor perubahan,” tegasnya.